Makalah KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) merupakan sebuah
implikasi hidup yang dapat diibaratkan “ Lebih besar pasak daripada tiang “,
KKN merupakan sebuah tindakan yang sudah membuadaya nasional di Indonesia
bahkan sejak jaman Penjajahan Belanda hingga saat ini banyak sekali terjadi KKN
di lingkungan pejabat pusat maupun daerah dan setingkatnya. Masyarakat
Indonesia baru harus dapat keluar dari sikap ini dengan membuang KKN dalam
membangun masyarakat Indonesia secara lebih menyeluruh, lebih terbuka, lebih
demokratis, dan lebih mandiri. Menyikapi sebuah masalah KKN tidaklah
terlepas dari sebuah faktor – faktor yang bisa menyebabkan terjadinya sebuah
KKN, dari faktor – faktor itulah yang akan memunculkan budaya KKN yang
menasional di Indonesia ini.
Ada sedikit sejarah tentang korupsi, korupsi sudah
berlangsung lama, sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia, Roma sampai abad
pertengahan dansampai sekarang. Korupsi terjadi diberbagai sosial, tak
terkecuali dinegara-negara maju sekalipun. Di sosial Amerika Serikat sendiri
yang sudah begitu maju masih ada praktek-praktek korupsi. Sebaliknya, pada
masyarakat yang sosial dimana ikatan-ikatan sosial masih sangat kuat dan
kontrol sosial yang efektif, korupsi sosial jarang terjadi. Tetapi dengan semakin
berkembangnya social ekonomi dan politik serta semakin majunya usaha-usaha
pembangunan dengan pembukaan-pembukaan sumber alam yang baru, maka semakin kuat
dorongan individu terutama di kalangan pegawai negeri untuk melakukan praktek
korupsi dan usaha-usaha penggelapan.
Akan tetapi walau bagaimanapun korupsi ini merugikan sosial
dan dapat merusak kepemerintahan. Korupsi sangat sulit untuk dihilangkan
bahkan sosial tidak mungkin dapat diberantas, oleh karena itu sangat
sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang nyata. Disamping itu sangat sulit
mendeteksinya dengan dasar-dasar sosial yang pasti. Akibat-akibat
dari korupsi antara lain Pemborosan sumber-sumber, gangguan terhadap
penanaman modal, bantuan yang lenyap, ketidakstabilan, revolusi
social, pengambilan alih kekuasaan oleh militer, menimbulkan ketimpangan
sosial budaya, pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan
kapasitas administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi.
Oleh karena itu, salah satu cara yang efektif untuk
mengatasi permasalahan korupsi bagi kami ialah dengan menerapkan hukuman
yang tepat dan adil bagi para koruptor tersebut. Namun faktanya, di
Indonesia hukuman bagi terpidana koruptor sangatlah ringan, sehingga
tidak menimbulkan efek jera.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.Pengertian Hukuman
Hukuman adalah tindakan yang
diberikan terhadap seseorang karena melakukan kesalahan, dan dilakukan
agar orang tersebut tidak lagi melakukannya. Menurut Wens Tamlair,1996 Bentuk
hukuman antara lain hukuman badan, hukuman perasaan (diejek, dipermalukan, dimaki),
dan lain sebagainya.
Menurut teori (H. Baharuddin,2007),
hukuman adalah menghadirkan atau memberikan sebuah situasi yang tidak
menyenangkan atau situasi yang ingin dihindari untuk menurunkan tingkah laku.
Menurut Al-Ghozali hukuman ialah
suatu perbuatan di mana seseorangsadar dan sengaja menjatuhkan nestapa pada
orang lain dengan tujuanuntuk memperbaiki atau melindungi dirinya sendiri dari
kelemahan jasmanidan rohani, sehingga terhindar dari segala macam pelanggaran.
B.Pengertian Korupsi
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Dari sudut pandang hukum, tindak
pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan,
kesempatan, atau sarana, memperkaya
diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Jenis tindak pidana korupsi di
antaranya, namun bukan semuanya, adalah
memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan), penggelapan dalam jabatan, pemerasan dalam jabatan, ikut serta dalam pengadaan (bagi
pegawai negeri/penyelenggara negara), dan menerima gratifikasi (bagi pegawai
negeri/penyelenggara negara).
C. Pengertian Kolusi
Kolusi
merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara
tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan
pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya
menjadi lancar. Di Indonesia, kolusi sering terjadi dalam proyek pengadaan
barang dan jasa tertentu (umumnya dilakukan pemerintah). Ciri-ciri kolusi jenis ini adalah:
a.
Pemberian uang
pelicin dari perusahaan tertentu kepada oknum pejabat atau pegawai pemerintahan
agar perusahaan dapat memenangkan tender pengadaan barang dan jasa tertentu.
b.
Penggunaan broker (perantara)
dalam pengadaan barang dan jasa tertentu. Padahal, seharusnya dapat
dilaksanakan melalui mekanisme G 2 G (pemerintah ke
pemerintah) atau G 2 P (pemerintah ke produsen), atau dengan
kata lain secara langsung.
Secara
garis besar, Kolusi adalah pemufakatan secara bersama untuk melawan hukum antar
penyelenggara Negara atau antara penyelenggara dengan pihak lain yang merugikan
orang lain, masyarakat dan Negara.
D. Pengertian Nepotisme
Nepotisme berarti
lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan
berdasarkan kemampuannya. Pakar-pakar biologi telah
mengisyaratkan bahwa tendensi terhadap nepotisme adalah berdasarkan naluri,
sebagai salah satu bentuk dari pemilihan saudara.
Kata nepotisme berasal
dari kata Latin nepos, yang berarti “keponakan” atau “cucu”. Tuduhan
adanya nepotisme bersama dengan korupsi dan kolusi(ketiganya disingkat menjadi KKN) dalam pemerintahan Orde Baru, dijadikan sebagai
salah satu pemicu gerakan reformasi yang mengakhiri
kekuasaan presiden Soeharto pada
tahun1998.
E.Dasar Hukum
Tindak Pidana Korupsi
Telah banyak
gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke permukaan. Dinegeri ini
sendiri, korupsi sudah seperti sebuah penyakit kanker ganas yang menjalar
ke sel-sel organ publik, menjangkit ke lembaga-lembaga tinggi Negara
seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif hingga ke BUMN. Walaupun demikian,
peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang tindak pidana
korupsi sudah ada. Di Indonesia sendiri,undang-undang tentang tindak pidana
korupsi sudah 4 (empat) kali mengalami perubahan. Adapun peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang korupsi, yakni :
1. Undang-undang
nomor 24 Tahun 1960 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
2. Undang-undang
nomor 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
3. Undang-undang
nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
4. Undang-undang
nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang pemberantasan tindak
pidana korupsi.
BAB III
PEMBAHASAN
Sejak
reformasi di gulirkan tahun 1988 yang lalu, berbagai kasus – kasus KKN di
Indonesia yang terjadi puluhan tahun yang lalu satu persatu mulai terbongkar.
Dimulai dari tuduhan pucuk pemimpin rezim orde baru, lantas terkupaslah kasus
KKKN dengan berbagai ukuran yang dilakukan para pejabat negeri ini puluhan
tahun yang lalu. Istana Negara telah berganti penghuni – penghuni , tapi masih
saja terdengar berita – berita korupsi yang dilakukan oleh para pejabat
Negara yang menghiasi layar kaca dan media cetak maupun elektronik nasional.
Banyak sekali kasus KKN di Indonesia yang sulit di berantas. Budaya korupsi sudah
cukup mengakar di system birokrasi pemerintahan Indonesia yang menjadi biang kerusakan ekonomi nasional.
Indonesia
menjadi miskin bukan karena Indonesia tidak memiliki sumber daya alam yang bisa
dimanfaatkan, akan tetapi Indonesia menjadi miskin karena akibat pengelola
negeri ini mengambil uang yang bukan menjadi haknya. KKN merajalela di berbagai
aspek dan dimensi kehidupan sosial. Yang menjadi korban tentu saja rakyak kecil
yang harus hidup menderita.
Ada
beberapa factor yang menyebabkan kasus – kasus KKN di Indonesia sulit untuk
diselesaikan. Diantaranya factor – factor tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Penyakit
kronis bangsa Indonesia
Selama hampir lebih tiga
puluh dua tahun kekeuasaan rezim orde baru berkuasa, dalam kurun masa itu
penyakit dan virus KKN berkembang subur. Keberadaannya dilindungi dan
dikembangbiakan. Pertumbuhan yang cukup lama ini menyebabkan penyakit yang
berbahaya ini menjangkit hampir seluruh birokrasi pemerintahan maupun non
pemerintahan di indoensia. Dari level tertinggi pejabat Negara, sampek level Rt
yang paling rendah.
2. System
pengakan hukum yang lemah
Indonesia memiliki banyak
sekali undang – undang dan landasan hukum yang mengatur tentang tindakan KKN.
Isi dan kandungan undang – undang tersebut bisa saja di ubah sewaktu – waktu
menyesuaikan perkembangan yang ada. Yang menjadi persoalan adalah para penegak
hukum itu sendiri. Munculnya istilah mafia hukum merupakan bukti kerendahan
mental para penegak hukum di indoensia. Para petugas hukum yang di tugaskan
untuk mengadili para koruptor alih – alih menerima amplop dari para koruptor.
A. Hukuman Bagi
Koruptor Di Indonesia
Berdasarkan ketentuan undang-undang
nomor 31 Tahun 1999 dan undang-undang nomor 20 tahun 2001, jenis penjatuhan
pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap terdakwa tindak pidana korupsi
adalah sebagaiberikut:
1. Pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4(empat) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda palingsedikit Rp. 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) bagi setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan Negaraatau perkonomian Negara. (Pasal 2 ayat 1)
2. Pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh jutarupiah) dan
paling banyak satu Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)bagi setiap orang
yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atauorang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan,kesempatan, atau sarana yang ada padanya
karena jabatan ataukedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau
perekonomianNegara (Pasal 3)
3. Pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (duabelas) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 (seratuslima puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enamratus juta) bagi setiap orang yang
dengan sengaja mencegah, merintangiatau menggagalkan secara langsung atau tidak
langsung penyidikan,penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap
tersangkaatau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. (Pasal 21)
4. Pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (duabelas) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enamratus juta rupiah) bagi
setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal28, pasal 29, pasal 35, dan pasal
36.
5. Pidana
Tambahan
Perampasan
barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujudatau barang tidak
bergerak yang digunakan untuk atau yang diperolehdari tindak pidana korupsi, Pembayaran
uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya samadengan harta yang diperoleh
dari tindak pidana korupsi, Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan
untuk waktu paling lama 1(satu) tahun, Pencabutan seluruh atau sebagian
hak-hak tertentu atau penghapusanseluruh atau sebagian keuntungan tertentu yang
telah atau dapatdiberikan oleh pemerintah kepada terpidana, Jika terpidana
tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu1 (satu) bulan sesudah
putusan pengadilan yang telah memperolehkekuatan hukum tetap maka harta
bendanya dapat disita oleh jaksa dandilelang untuk menutupi uang pengganti
tersebut, Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk
membayar uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjarayang lamanya tidak
memenuhi ancaman maksimum dari pidana pokoknyasesuai ketentuan undang-undang
nomor 31 tahun 1999.
B. Efek
Jera Bagi Koruptor
Di
Indonesia itikad untuk membuat jera koruptor masih sebatas wacana.Beberapa
usulan pernah dilontarkan ke publik oleh para pakar untuk hukuman koruptor.
Seperti hukuman mati, pemiskinan, baju tahanan, hukuman sosial, bahkan penjara
seumur hidup. Namun, yang baru terwujud adalah membuat seragam bagi
tersangka korupsi. Tujuannya membuat malu tersangka korupsi. Usulan yang
lainnya? Hilang tanpa jejak. Sepertinya hukum yang ringan tidak membuat
jera para pelaku koruptor.
Berdasarkan
analisa,hukuman bagi koruptor tersebut seperti yang tercantum dalam UU Tipikor
di atas itu pada faktanya sama sekali tidak menimbulkan efek jera. Hal ini
disebabkan oleh diantaranya:
1. Hukuman
yang memang masih terlalu ringan.
2. Hukuman
yang sangat ringan karena dakwaan jaksa yang lemah.
3. Harta
koruptor yang sudak terbukti sama sekali tidak disita.
4. Korupsi
sudah menjadi hal yang lumrah dalam suatu birokrasi.
5. Kurangnya
legitimasi hukum tipikor karena disebabkan peradilan yang tidak kredibel serta
juga sering menjadi sumber sogok-menyogok.
6. Penerapan
hukuman yang juga tidak berkeadilan, dimana apabila yang menjadi tersangka
korupsi dari seorang pejabat besar maka hukuman akan semakin tumpul.
7. Korupsi
yang dilakukan secara bersama-sama sehingga tidak adanya rasatakut bagi para
koruptor.
8. Peranan
KPK, BPK, dan Kepolisian yang juga masih rendah dalam pengungkapan kasus
korupsi.
Beruntung
untuk koruptor Indonesia, hukum penjara yang ringan (sebentar), bahkan jauh di
bawah tuntutan jaksa membuat hukum korupsi diIndonesia termaksud yang paling
ringan. Pasalnya, masa tahanan koruptor sudah dihitung semenjak menjadi tahanan
di penjara. Dan bila ada peringatan hari raya besar, tahanan mendapat remisi
(pemotongan masa tahanan) yang bisa membuat para koruptor cepat atau lambat
akan menghirup udara bebas.
C.Hukuman Yang Tepat Bagi Koruptor
Pertama,
vonis yang wajib dijatuhkan kepada setiap koruptor tanpakecuali adalah
mengembalikan dana senilai yang dia korupsi. Jika dia tida kmampu membayar,
harta kekayaannya harus disita oleh negara untukdilelang hingga nilainya
mencapai jumlah dana yang harus dia kembalikan [kepada negara]. Penyitaan tetap harus dilakukan bahkan jika
itu meliputi seluruh harta kekayaan si koruptor.Jika masih kurang, tambahkan
pada masa hukuman penjara baginya. Panjangnya hukuman penjara tambahan ditentukan
berdasar jumlah yang tidak dia bayarkan, tanpa ada batas.
Kedua,
vonis hukuman penjara inti (yang bukan tambahan) ditetapkan sesuai aturan yang
berlaku. Kita semua pasti tahu embel-embelnya: dengan penyesuaian pada prinsip
dan rasa keadilan.
Ketiga,
terkait dengan fasilitas dan akomodasi yang dia dapat dipenjara, harus dibatasi
dengan menggunakan dasar perhitungan standar
hidup masyarakat setempat.
BAB IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
1. Saat
ini di Indonesia, berdasarkan ketentuan undang-undang nomor 31Tahun 1999 dan undang-undang
nomor 20 tahun 2001, jenis penjatuhan pidana yang dapat dilakukan hakim
terhadap terdakwa tindak pidanakorupsi masih sangat ringan bagi para koruptor.
2. Hukuman
tersebut, masih belum menimbulkan efek jera, sehingga masih banyak kasus
korupsi terjadi dan merajalela. Sepertinya hukum yang ringan tidak membuat jera
para pelaku koruptor. Mereka masih sumringah di hadapan kamera TV dan tidak ada
rasa penyesalan samasekali. Bahkan ada beberapa pelaku korupsi, setelah bebas
dari penjara,melakukan korupsi lagi atau duduk di jabatan semulanya.
3. Adapun
hukuman yang sangat tepat bagi koruptor ialah dengan hukuman mati seperti yang
diterapkan di China, sehingga mampu mengurangi jumlah koruptor serta sangat
mampu menimbulkan efek jera.
4. Selain
itu, koruptor juga harus dimiskinkan serta tidak membedakan apakah ia pejabat
atas atau kalangan bawah, apapun itu, hukuman harus sama dan adil.
B.Saran
Pada
dasarnya, korupsi merupakan tindak pidana luar biasa yang harus mendapatkan
hukuman yang amat sangat berat. Hal ini karena korupsi tergolong sebagai
perampokan harta rakyat yang menyebabkan kemiskinan semakin bertambah,
pembangunan yang gagal, serta banyak lagi kerugian besar lainnya. Oleh karena
itu, kami dari kelompok IV, setelah menganalisis berbagai fakta-fakta dan
opini-opini yang kami baca di media cetak dan elektronik, maka akan lebih baik
jika korupsi dihukum dengan HUKUMAN MATI.
Ide
tentang hukuman mati untuk koruptor sudah bukan barang baru. Ide tersebut juga sudah ditentang oleh orang-orang yang merasa
dirinya pembela hak asasi manusia. Padahal hukuman begini pasti jauh lebih
gampang, asal ditentukan nilai nominal minimal korupsinya sebagai batas untuk diberlakukannya
hukuman mati, dan interval antara dijatuhkannya vonis dengan eksekusi
tidak lebih dari 3 x 24 jam. Para tervonis hukuman mati tidak perlu menderita
ketidak jelasan menunggu-nunggu eksekusinya. Bukan hanya membuat mereka
menunggu, tapi itu juga menghabiskan uang Negara untuk memberi mereka makan setiap
hari sampai matinya.
Tetapi
jika model hukumannya masih seperti yang divoniskan pada koruptor saat ini,
dari mana bisa muncul efek jera? Jangan-jangan mereka memang berpikiran
seperti: melakukan korupsi adalah usaha, tertangkap dan dihukum adalah
pengorbanan, lalu keluar dari penjara dengan simpanan harta berlimpah adalah
masa depan yang cerah menanti.
Namun
selain hukuman mati, ide bahwa hukuman bagi koruptor harus memiskinkan dan
mempermalukan juga harus dilakukan.
Masih perlu disunting lagi nih..
BalasHapusDone
BalasHapus